Tuesday 29 October 2013

Mengapa Anak Menjadi Korban Bully?


Anak menjadi korban bully temannya di sekolah? Apa penyebabnya, dan apa yang harus Mama lakukan?

Bullying dapat berakibat fatal untuk pelaku dan juga korbannya, karena hal ini dapat berdampak pada harga diri dan masa depan anak. Bahkan tak sedikit korban bullying yang akhirnya berujung pada tragedi bunuh diri.

Menurut Pustika Rucita, B.A., M.Psi, psikolog klinis dari Personal Growth, setiap anak bisa menjadi korban bully, tak terkecuali anak Anda. Yang perlu Anda lakukan adalah mendidik anak agar menjadi pribadi yang tangguh, dan percaya diri. Sehingga secara otomatis, ia tak mempan di bully.

Yang perlu Mama juga ketahui adalah penyebab anak menjadi korban bully.

Pustika menyebutkan bahwa ada beberapa sifat atau karakteristik tertentu yang membuat seorang anak menjadi korban bully, di antaranya pemalu, penakut, memiliki ukuran fisik yang lebih kecil dibanding teman seusianya, berusia lebih muda, atau tidak memiliki banyak teman.

Sebenarnya semua anak bisa menjadi korban bully. Hanya saja, dengan adanya sifat atau karakteristik di atas, risiko seorang anak untuk di-bully menjadi lebih besar.

PENCEGAHAN

Pelaku bully biasanya mencari korban dari kalangan yang menurut mereka ‘berbeda’, baik dari segi penampilan, sifat (misalnya pemalu, pendiam), ras, atau suku.

Hal ini ditegaskan oleh D’Arcy Lyness, PhD, psikolog dari Kids Health Amerika Serikat, yang mengatakan bahwa seorang anak pelaku bully biasanya akan memilih anak lain yang secara emosional atau fisik lebih lemah, atau bahkan yang berpenampilan beda dengannya, hanya agar ia merasa lebih penting, popular, atau berkuasa. Coba cara berikut ini, Ma:

1. TUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI
Mengenal sifat dan karakteristik anak sejak dini akan membantu meminimalisir kemungkinan ia menjadi korban bully kelak. Sifat pemalu dan penakut misalnya, bisa diubah dengan cara menanamkan nilai-nilai positif ke dalam dirinya. Jangan segan-segan mengikutsertakan anak ke dalam berbagai kegiatan di luar rumah yang sifatnya akademis maupun non akademis.

Agar ia merasa dirinya memiliki kompetensi diri yang membuatnya merasa berharga dan percaya diri, dan lebih berani menghadapi lingkungannya.

2. LATIH KEMAMPUAN SOSIAL ANAK
Anak yang pemalu juga perlu dilatih kemampuan sosialnya, karena kemampuan beradaptasi dengan lingkungan juga menjadi salah satu syarat agar anak tak mudah di-bully.

Tak ada salahnya Anda melibatkan anak pada kegiatan yang membutuhkan interaksi, seperti memasukkannya ke kelompok bermain sejak dini, mengajaknya berkunjung ke rumah saudara yang memiliki anak kecil sebaya, atau mengadakan play date dengan teman-temannya. Hal ini membantu meningkatkan rasa percaya diri anak.

3. LATIH ANAK SELESAIKAN MASALAH SENDIRI
Kemampuan anak dalam hal menyelesaikan masalah juga perlu diperhatikan. Anak yang tidak pemalu dan tidak penakut, tidak menjamin dirinya tidak akan menjadi korban bully. Itulah sebabnya, penting juga diperhatikan untuk melatih kemampuan anak dalam memecahkan masalah.

Anak perlu diberi kesempatan untuk mengatasi masalahnya sendiri sehingga ia dapat belajar untuk menghadapi konsekuensi dari setiap masalah yang dihadapinya. Jangan selalu membantunya menyelesaikan semua masalah, Ma! Orang tua yang terlalu protektif, justru akan membuat si kecil menjadi sasaran empuk sebagai korban bully.

4. BERANI BERKATA "TIDAK"
Anak harus diajari untuk berani melawan siapa yang melakukan kekerasan terhadapnya, karena menurut peneliti dalam bidang perilaku manusia dari Amerika Serikat (AS), Dr John Demartini, para pelaku bullying tidak akan menyerang anak yang bisa memberikan perlawanan balik.

BOLEHKAH KITA TURUN TANGAN SAAT ANAK DI-BULLY?

Perubahan sikap yang terjadi secara tiba-tiba patut dicurigai bahwa anak telah menjadi korban bully. Misalnya, anak menjadi pemurung, sebentar-sebentar mengeluh sakit, gelisah saat tidur, atau sering bermimpi buruk. Tanda lain adalah jika anak yang tadinya rajin ke sekolah menjadi ogah-ogahan dengan berbagai alasan tak jelas.

Mengajarkan anak untuk membalas perlakuan temannya, bukanlah penyelesaian masalah yang baik. Justru ajaran seperti ini malah bisa membentuk anak untuk menjadi pelaku bully berikutnya.

Menurut Pustika Rucita, B.A., M.Psi, psikolog klinis dari Personal Growth, cara terbaik adalah mencari mediator, misalnya pihak sekolah, untuk menemani Anda bertemu dengan pelaku bully sekaligus orangtuanya. Kehadiran mediator dapat membantu Anda dalam mencari solusi terbaik untuk semua pihak, dan mencegah Anda meluapkan emosi dengan cara yang berlebihan.

Tapi, jangan ragu untuk ikut bertindak apabila bullying yang dialami anak sudah masuk tahap yang membahayakan. Misal, anak mengalami kekerasan fisik yang menimbulkan bekas luka. Segera minta bantuan pihak sekolah (jika bullying terjadi di sekolah) untuk membantu kordinasi dan mediasi dengan pelaku bully dan orang tuanya. Jika memang diperlukan, Anda juga boleh melaporkan kasus bullying pada pihak yang berwajib.

Pustika menegaskan bahwa tak ada salahnya membawa korban bully berkonsultasi kepada psikolog, terutama jika Anda merasa kasus bullying membawa dampak negatif yang berkepanjangan, seperti mengalami masalah emosional dan perilaku, anak tak lagi merasa aman di sekolah, merasa terisolasi, rendah diri, stres, dan mengalami kemunduran dalam hal prestasi. Bantuan sedini mungkin juga dapat membantu anak untuk lebih cepat merasa positif dengan dirinya sendiri, dan tidak membuatnya larut dalam permasalahan yang sama.

sumber: www.parenting.co.id

No comments:

Post a Comment