Friday 6 December 2013

Kosmetik & Perawatan yang Tidak Diperbolehkan Selama Masa Kehamilan

(Skincare & Treatment Don’ts During Pregnancy)

Penulis: Fitria Kirana (moderator forum Mommiesdaily.com, ibu 4 anak)

Kadang karena sudah terbiasa dan cocok dengan produk-produk perawatan yang rutin dipakai sehari-hari, saat hamil kita lupa mengecek, apakah kandungan yang terdapat di dalam produk-produk tersebut aman untuk ibu hamil. Yang paling berat biasanya produk-produk anti jerawat yang sudah setia menemani kulit kita yang pada dasarnya acne-prone. Sisi baiknya, kalau hoki, saat hamil perubahan hormon menjadikan kulit lebih mulus, lembap, dan bebas jerawat. Pada saya, kehamilan menghilangkan ‘bruntusan’ yang nampaknya permanen, dan menjarangkan jerawat. Ketahuan, kan, kenapa saya anteng hamil melulu? Hahaha.

Bahan-bahan yang disarankan untuk dihindari biasanya yang mudah terserap ke dalam darah sehingga bisa terbawa ke janin dan menimbulkan gangguan pada perkembangannya. Beberapa kandungan produk perawatan, dan treatment yang sebaiknya dihindari saat hamil diantaranya seperti:

1. RETINOL, RETINOID, ISOTRETINOID (ACCUTANE), dkk

Derivatif dari vitamin A yang biasa terdapat dalam produk anti jerawat ini terkenal keras untuk ibu hamil. Berita beberapa waktu lalu bahkan menyebutkan bahwa seorang ibu yang terus menggunakan produk-produk berbahan ini selama hamil harus membayar mahal dengan mengaborsi janinnya karena mengalami cacat bawaan yang parah karena positif mengalami fetal retinoid syndrome.

Cacat bawaan yang berhubungan dengan fetal retinoid syndrome meliputi: hidrosefalus, mikrosefali, gangguan kecerdasan, kelainan telinga dan mata, bibir sumbing dan gangguan pada wajah lainnya, dan cacat jantung. Isotretinoin dapat menyebabkan cacat lahir pada minggu-minggu awal kehamilan, bahkan sebelum kehamilan diketahui. Jadi untuk yang sedang TTC (trying to conceive) sebaiknya sudah menghindari produk-produk dengan kandungan ini. Suplemen vitamin A juga harus dikonsultasikan ke dokter kandungan bila ingin terus diminum.

2. SALICYLIC ACID ATAU BHA

Bahan ini biasanya digunakan dalam toner rangkaian produk perawatan muka dan peeling. Kandungan asam salisilat dalam toner pembersih yang digunakan 1-2 kali sehari ditemukan tidak cukup banyak untuk menimbulkan masalah serius pada janin. Tapi lain halnya pada produk peeling yang penggunaannya lebih lama dan kandungan BHA-nya lebih pekat. Konsultasikan pada dokter kulit dan dokter kandungan bila harus menggunakan produk berbahan ini, ya.

3. PRODUK PELANGSING

Yang membuat produk pelangsing menjadi berbahaya untuk ibu hamil di antaranya adalah kandungan kafein yang fungsinya melarutkan lemak. Walaupun kafein dalam jumlah kecil, seperti dua cangkir kopi sehari masih diperbolehkan, tapi kandungan yang dipakai untuk produk pelangsing nampaknya jauh lebih besar sampai dimasukkan dalam kategori bahaya. Selain kafein, ada beberapa produk yang memiliki kandungan herbal juga yang belum melalui penelitian menyeluruh atas efek sampingnya.

Selain masalah kandungannya, obat pelangsing biasanya melebarkan pembuluh darah dan mempercepat metabolisme. Pada ibu hamil yang secara alami pembuluh darah sudah lebar dan beresiko hipertensi gestasional (penyakit darah tinggi yang timbul pada masa kehamilan saja), dengan makin lebarnya pembuluh jadi makin berbahaya.

4. PIJAT

Walau pijat sangat dianjurkan untuk ibu hamil, tapi ada beberapa area pijat yang sebaiknya dihindari. Misalnya daerah perut dan punggung bawah. Kurang lebih di selingkaran daerah rahim. Pijatan di daerah ini ditakutkan berpengaruh langsung ke rahim. Tapi kalau pijatnya lembut tetap boleh, kok.
O, ya, pijat semacam refleksi atau akupuntur di daerah telapak kaki juga tidak disarankan karena beberapa titiknya juga tersambung ke daerah rahim.

Hati-hati juga dengan minyak aromaterapi yang biasanya dipakai memijat atau menjadi pewangi ruangan tempat pijat karena ada beberapa minyak yang tidak disarankan untuk ibu hamil. Diantaranya: clary-sage, savory, sage, rosemary, cypress, kayu manis, basil, pennyroyal, hyssop, myrrh, adas (fennel), peppermint, thyme, origanum, melati, juniper, marjoram, rose (mawar).

5. PRODUK PEWARNA DAN PERAWATAN KUKU

Bahan-bahan yang harus dihindari dari produk-produk perawatan kuku adalah:
- DBP (dibutyl phthalate).
- Toluene
- Formaldehyde, yang lebih dikenal dengan formalin.

DBP dapat menyebabkan masalah produksi hormon pada janin, toluene menyebabkan masalah reproduksi, sakit kepala, mata gatal dan lain-lain, dan formaldehyde dapat menyebabkan masalah pernapasan dan bahkan kanker.

Pastikan mengecek label pewarna dan produk-produk kuku lainnya sebelum menggunakan, ya, Mommies. Karena produk yang saya punya, justru top coat yang menulis peringatan supaya tidak digunakan oleh ibu hamil, sementara pada pewarna malah tidak ada (berbeda merek sih memang keduanya).


daftar pustaka:
Safe skin care during pregnancy -->http://tinyurl.com/5vzahl
Fetal retinoid syndrome --> http://tinyurl.com/lltk8t4
Can I Use Nail Polish While Pregnant? -->http://tinyurl.com/28yvulm
Mommiesdaily forum thread Bumil’s Skin Care & Treatment – Do’s and Dont’s -->http://femaledaily.com/showthread.php?t=2190

sumber: www.mommiesdaily.com

Perlukah Bayi SEKOLAH?


Kalau mendengar kata sekolah, kok, sepertinya serius sekali ya? Murid harus duduk manis sambil mendengarkan guru mengajar. Soal materi pelajarannya, kalau tidak menulis, membaca, mencongak, berhitung. Aduh masak bayi harus menjalani semua itu. Jangan khawatir, yang namanya sekolah bayi tidak seperti sekolah pada umumnya. Setidaknya ada beberapa perbedaan yang mendasar.

Salah satunya, bentuk fisiknya. Sekolah/kelas bayi pasti dirancang sedemikian rupa sehingga aman. Semua dinding dan lantainya dilengkapi sejenis matras untuk meminimalkan risiko kecelakaan pada bayi yang keterampilan motoriknya memang belum sempurna. Tenaga pengajarnya pun paham betul mengenai pendidikan anak usia dini, termasuk soal tumbuh kembang bayi dan cara menstimulasi kemampuan bayi setiap tahapan usia.

Hal lain yang perlu diketahui, esensi sekolah bayi sebenarnya bukan untuk si bayi, tapi lebih bagi orangtua atau pendampingnya. Lantaran itu, menjadi syarat mutlak bagi orangtua/pendamping untuk ikut belajar di dalam kelas bersama Si Kecil. Lagi pula attachments bayi pada orang terdekatnya masih tinggi. Bilamana ia harus bersekolah bersama bayi-bayi lain dan guru yang belum akrab dengannya, bisa dipastikan kegiatan belajar di sekolah tersebut tidak akan sukses karena bayi tidak merasa nyaman dan aman. Dengan begitu, pendamping bisa sekaligus belajar mengenai tahapan perkembangan anak dengan cara menstimulasinya. Ini semestinya menjadi sebuah keuntungan bagi pendamping, khususnya orangtua.

MENJAWAB KEBUTUHAN

Keberadaan sekolah bayi, menurut Tari Sandjojo, Psi., seorang praktisi pendidikan lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), sebenarnya merupakan jawaban dari kebutuhan orangtua zaman sekarang yang yang umumnya pasangan bekerja dan sibuk seharian sehingga tidak memiliki waktu banyak untuk menstimulasi bayinya. Lantaran itu, beberapa orang tua berpikir, "Lebih baik bayiku berada di suatu lingkungan yang kaya dengan stimulasi ketimbang hanya di rumah bersama pengasuh."

Tari sepakat dengan pemikiran seperti itu. Terlebih di sekolah bayi, beberapa bayi yang memang membutuhkan bisa mendapatkan aneka stimulasi yang lengkap. Contohnya sarana untuk merangkak di pasir, di rumput, dan mainan tentunya. Memang, pengasuh pun bisa melakukan stimulasi, tapi tentu ia tidak dapat dituntut banyak. Sementara, orangtua bisa menuntut apa yang telah dijanjikan sekolah bayi padanya.

BAYI MANA YANG PERLU SEKOLAH?

Ada beberapa kriteria bayi yang sebaiknya "disekolahkan", yakni:

1.Bayi yang kurang mendapatkan stimulasi yang sesuai dengan usianya. Beberapa ciri bayi seperti ini adalah tampak pendiam, pasif, takut berlebihan bila bertemu orang asing.

2. Bayi tampak agresif, rewel atau pembosan

3. Bayi yang perkembangannya tidak sesuai dengan usianya (bisa dicek di Kartu Menuju Sehat/KMS yang biasanya diberikan RS/Dokter/Puskesmas). Misal, pada usia 5 bulan belum bisa menggenggam mainan atau biskuit, usia 8 bulan belum bisa mengeluarkan suara seperti "Ma..ma..." atau belum bisa berdiri sambil berpegangan.

Kapan Si Kecil sudah bisa kita ikutkan sekolah, menurut Tari tidak ada patokan. Namun biasanya sekolah bayi menerima bayi yang minimal sudah bisa duduk.

TIPS MENCARI SEKOLAH BAYI

Sebelum mencari sekolah untuk bayi, cari tahu dulu kebutuhan Si Kecil; apa yang ingin dikembangkan, mana yang perlu diperbaiki dengan melihat apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan Si Kecil. Setelah itu baru melakukan investigasi ke sekolah-sekolah. Beberapa hal ini sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan:

1. Cari sekolah yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Tanyakan program yang ditawarkan di sekolah tersebut. Contoh; jika di rumah Si Kecil tidak punya kesempatan untuk bermain di luar ruang. Maka carilah sekolah yang banyak kegiatan di luar ruang, bermain pasir, main di rumput, main air, misalnya.

2. Pastikan Si Kecil happy bersekolah di situ.

3. Pastikan sanitasi di kelas dan sekolah baik.

4. Tenaga pengajar sebaiknya selain memiliki latar belakang pendidikan anak usia dini, juga sudah dikaruniai anak. Pada umumnya mereka akan memiliki naluri keibuan, kepekaan, kehati-hatian, dan pemahaman akan kondisi bayi secara lebih baik. "Masalah-masalah seperti ini tidak bisa didapatkan di sekolah setinggi apa pun," ujar Tari.

5. Pastikan fasilitas pendukung "belajar", terutama yang dibutuhkan si kecil, lengkap dan tercukupi dengan baik.

TIPS PENTING LAIN:

- Jika yang menjadi pendamping Si Kecil di sekolah bukan orangtua, jalinlah komunikasi dua arah secera intens dengan sekolah. Selalu cari tahu apa yang sudah diberikan sekolah kepada bayi, acara apa saja yang sudah dilakukan dan bagaimana perkembangan kondisi serta keadaan bayi dari hari ke hari.

- Jangan lupa meminta tip dari sekolah/guru untuk diterapkan di rumah sebagai PR kita, apa-apa yang sudah dilakukan di sekolah dan yang mana yang bisa dilakukan di rumah. Juga tanya bagaimana memodifikasi kegiatan di sekolah yang tidak bisa dilakukan di rumah, supaya bisa tetap kita terapkan pada Si Kecil di rumah.

- Yang mesti dihindari oleh pendamping ataupun orangtua, "adalah membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain." Justru yang mesti kita lakukan adalah, lanjut Tari, mempertajam dan menguatkan kemampuannya, serta memperbaiki kekurangannya. Ingat tiap anak itu berbeda dan unik.

DILAKUKAN DI RUMAH

Sasaran sekolah bayi adalah memberikan stimulasi sebanyak-banyaknya kepada anak, dan mengoptimalkan perkembangan sesuai dengan usia masing-masing anak. Jadi yang dilakukan di sekolah bayi adalah:

1. Mengasah dan mengoptimalkan kemampuan motorik. Ini adalah hal pokok yang menjadi sasaran utama sekolah bayi. Bagaimanapun, perkembangan motorik di usia 0-1 tahun adalah hal yang utama. Dari motorik kasar hingga motorik halus.

2. Merangsang panca indera. Ini adalah pekerjaan yang pasti dilakukan sebuah sekolah bayi. Sebab di usia ini panca indera seorang manusia mulai berkembang, khususnya penglihatan, pendengaran, dan perabaan.

3. Melatih bayi bersosialisasi dengan lingkungan. Maksudnya adalah melatih bayi bisa menerima keadaan lingkungan, melihat banyak orang, mendengar suara-suara ramai, keras, kencang, misalnya.

Memang benar ketiga poin itu kita semua sudah mengetahui dan mengenalnya. Tapi yang menjadi persoalan belum banyak orangtua yang menjalankannya. Sebabnya, orangtua tidak tahu bagaimana memberikan stimulasi kepada ketiga poin tersebut pada anak.

Nah, dengan ikut sekolah bayi, selain si kecil akan mendapatkan ketiga hal ini dengan baik. Juga orangtua bisa mengetahui bagaimana cara dan triknya melakukan hal tersebut. Barulah jika orangtua sudah tahu, "Sebenarnya menyekolahkan bayinya sudah tidak perlu dan penting lagi," kata Tari. Terlebih sekarang, sudah banyak buku dan bacaan yang bisa dijadikan kamus untuk melakukannya. Tinggal apakah kita punya waktu, kesempatan, dan komitmen untuk melakukan hal tersebut dengan baik di rumah setiap hari?

sumber: www.ibudanbalita.com

Tuesday 29 October 2013

Mengapa Anak Menjadi Korban Bully?


Anak menjadi korban bully temannya di sekolah? Apa penyebabnya, dan apa yang harus Mama lakukan?

Bullying dapat berakibat fatal untuk pelaku dan juga korbannya, karena hal ini dapat berdampak pada harga diri dan masa depan anak. Bahkan tak sedikit korban bullying yang akhirnya berujung pada tragedi bunuh diri.

Menurut Pustika Rucita, B.A., M.Psi, psikolog klinis dari Personal Growth, setiap anak bisa menjadi korban bully, tak terkecuali anak Anda. Yang perlu Anda lakukan adalah mendidik anak agar menjadi pribadi yang tangguh, dan percaya diri. Sehingga secara otomatis, ia tak mempan di bully.

Yang perlu Mama juga ketahui adalah penyebab anak menjadi korban bully.

Pustika menyebutkan bahwa ada beberapa sifat atau karakteristik tertentu yang membuat seorang anak menjadi korban bully, di antaranya pemalu, penakut, memiliki ukuran fisik yang lebih kecil dibanding teman seusianya, berusia lebih muda, atau tidak memiliki banyak teman.

Sebenarnya semua anak bisa menjadi korban bully. Hanya saja, dengan adanya sifat atau karakteristik di atas, risiko seorang anak untuk di-bully menjadi lebih besar.

PENCEGAHAN

Pelaku bully biasanya mencari korban dari kalangan yang menurut mereka ‘berbeda’, baik dari segi penampilan, sifat (misalnya pemalu, pendiam), ras, atau suku.

Hal ini ditegaskan oleh D’Arcy Lyness, PhD, psikolog dari Kids Health Amerika Serikat, yang mengatakan bahwa seorang anak pelaku bully biasanya akan memilih anak lain yang secara emosional atau fisik lebih lemah, atau bahkan yang berpenampilan beda dengannya, hanya agar ia merasa lebih penting, popular, atau berkuasa. Coba cara berikut ini, Ma:

1. TUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI
Mengenal sifat dan karakteristik anak sejak dini akan membantu meminimalisir kemungkinan ia menjadi korban bully kelak. Sifat pemalu dan penakut misalnya, bisa diubah dengan cara menanamkan nilai-nilai positif ke dalam dirinya. Jangan segan-segan mengikutsertakan anak ke dalam berbagai kegiatan di luar rumah yang sifatnya akademis maupun non akademis.

Agar ia merasa dirinya memiliki kompetensi diri yang membuatnya merasa berharga dan percaya diri, dan lebih berani menghadapi lingkungannya.

2. LATIH KEMAMPUAN SOSIAL ANAK
Anak yang pemalu juga perlu dilatih kemampuan sosialnya, karena kemampuan beradaptasi dengan lingkungan juga menjadi salah satu syarat agar anak tak mudah di-bully.

Tak ada salahnya Anda melibatkan anak pada kegiatan yang membutuhkan interaksi, seperti memasukkannya ke kelompok bermain sejak dini, mengajaknya berkunjung ke rumah saudara yang memiliki anak kecil sebaya, atau mengadakan play date dengan teman-temannya. Hal ini membantu meningkatkan rasa percaya diri anak.

3. LATIH ANAK SELESAIKAN MASALAH SENDIRI
Kemampuan anak dalam hal menyelesaikan masalah juga perlu diperhatikan. Anak yang tidak pemalu dan tidak penakut, tidak menjamin dirinya tidak akan menjadi korban bully. Itulah sebabnya, penting juga diperhatikan untuk melatih kemampuan anak dalam memecahkan masalah.

Anak perlu diberi kesempatan untuk mengatasi masalahnya sendiri sehingga ia dapat belajar untuk menghadapi konsekuensi dari setiap masalah yang dihadapinya. Jangan selalu membantunya menyelesaikan semua masalah, Ma! Orang tua yang terlalu protektif, justru akan membuat si kecil menjadi sasaran empuk sebagai korban bully.

4. BERANI BERKATA "TIDAK"
Anak harus diajari untuk berani melawan siapa yang melakukan kekerasan terhadapnya, karena menurut peneliti dalam bidang perilaku manusia dari Amerika Serikat (AS), Dr John Demartini, para pelaku bullying tidak akan menyerang anak yang bisa memberikan perlawanan balik.

BOLEHKAH KITA TURUN TANGAN SAAT ANAK DI-BULLY?

Perubahan sikap yang terjadi secara tiba-tiba patut dicurigai bahwa anak telah menjadi korban bully. Misalnya, anak menjadi pemurung, sebentar-sebentar mengeluh sakit, gelisah saat tidur, atau sering bermimpi buruk. Tanda lain adalah jika anak yang tadinya rajin ke sekolah menjadi ogah-ogahan dengan berbagai alasan tak jelas.

Mengajarkan anak untuk membalas perlakuan temannya, bukanlah penyelesaian masalah yang baik. Justru ajaran seperti ini malah bisa membentuk anak untuk menjadi pelaku bully berikutnya.

Menurut Pustika Rucita, B.A., M.Psi, psikolog klinis dari Personal Growth, cara terbaik adalah mencari mediator, misalnya pihak sekolah, untuk menemani Anda bertemu dengan pelaku bully sekaligus orangtuanya. Kehadiran mediator dapat membantu Anda dalam mencari solusi terbaik untuk semua pihak, dan mencegah Anda meluapkan emosi dengan cara yang berlebihan.

Tapi, jangan ragu untuk ikut bertindak apabila bullying yang dialami anak sudah masuk tahap yang membahayakan. Misal, anak mengalami kekerasan fisik yang menimbulkan bekas luka. Segera minta bantuan pihak sekolah (jika bullying terjadi di sekolah) untuk membantu kordinasi dan mediasi dengan pelaku bully dan orang tuanya. Jika memang diperlukan, Anda juga boleh melaporkan kasus bullying pada pihak yang berwajib.

Pustika menegaskan bahwa tak ada salahnya membawa korban bully berkonsultasi kepada psikolog, terutama jika Anda merasa kasus bullying membawa dampak negatif yang berkepanjangan, seperti mengalami masalah emosional dan perilaku, anak tak lagi merasa aman di sekolah, merasa terisolasi, rendah diri, stres, dan mengalami kemunduran dalam hal prestasi. Bantuan sedini mungkin juga dapat membantu anak untuk lebih cepat merasa positif dengan dirinya sendiri, dan tidak membuatnya larut dalam permasalahan yang sama.

sumber: www.parenting.co.id

Menggendong = BAU TANGAN? Masa sih?


Ada yang berpendapat, bahwa sering menggendong bayi sama saja dengan memanjakannya. Bahkan istilah 'bau tangan' dicap pada bayi-bayi yang baru mau tenang bila digendong, terutama oleh ibunya. Pendapat lain yang ekstrim adalah bayi yang selalu digendong atau didekap, akan tumbuh menjadi bayi yang rewel, cengeng, selalu mencari perhatian, tidak mandiri dan manja.

Anggapan di atas sudah pasti keliru. Tahukah Anda, menggendong merupakan salah satu bagian penting dalam pengasuhan anak. Menurut dr. William Sears, dokter anak yang sangat berpengalaman soal pengasuhan, menggendong adalah salah satu perangkat dari Attachment Parenting, sebuah metode pengasuhan anak yang lebih dari sekadar menerapkan aturan-aturan yang super ketat. Metode ini dikenal dengan penggunaan tujuh perangkat “Baby B”, yaitu:

1. Birthbonding (ikatan lahir/keterikatan).
2. Breastfeeding (menyusui).
3. Babywearing (menggendong bayi).
4. Balance (keseimbangan).
5. Bedding close to baby (tidur berdekatan dengan bayi).
6. Belief in the signal value of baby’s cry (percaya pada nilai sinyal tangisan bayi).
7. Beware of the baby trainers (waspada terhadap para pelatih bayi).

Dengan tujuh “Baby B”, Anda dapat belajar membaca 'bahasa' dari bayi dan bagaimana meresponnya dengan tepat. Menggendong merupakan bagian dari “handling the baby with love”. Tak ada istilah “bau tangan” atau bayi jadi rewel, yang terjadi malah sebaliknya. Bayi yang sering digendong menjadi lebih bahagia karena ada jalinan kedekatan dengan ibunya.

Tak hanya jalinan kedekatan yang kuat antara ibu dan bayi, ada berjuta manfaat yang muncul dari kegiatan menggendong bayi.

MANFAAT UNTUK BAYI

1. Menenangkan.
Anda dan bayi bergerak dan beraktivitas bersama. Bayi akan mendengar suara Anda ketika Anda berbicara dengan orang lain. Ia ikut merasakan emosi Anda dan yakin Anda memberinya rasa aman serta nyaman. Keadaan ini membuat ia tak punya alasan untuk rewel karena ia masih menempel pada ibunya.

2. Mengajarkan bayi bergembira.
Umumnya bayi tidak ingin sendirian saat terjaga. Ia butuh seseorang berada di dekatnya. Ketika dalam kandungan, bayi setiap saat mendengar suara Anda dan belaian tangan Anda. Ketika menggendong, Anda menciptakan langkah-langkah berirama, mengajaknya tersenyum, mengajaknya ngobrol. Itu semua merupakan cara mengajarkan bayi bergembira.

3. Menstimulasi sistem keseimbangan.
Sistem keseimbangan terletak di bagian dalam telinga yang bekerja sebagai sensor keseimbangan tubuh. Stimulasi saat Anda melakukan gerakan lembut pada saat menggendong seperti mengusap atau membelai bayi, membantunya bernapas sehingga sistem keseimbangan tubuh tumbuh dengan lebih baik. Akibatnya kemampuan motorik meningkat.

4. Mengajarkan tentang dunia.
Bayi ikut melihat apa yang Anda lihat saat ia dalam gendongan. Ia diajak untuk siap berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam dekapan Anda, bayi dapat melihat dan mengamati kejadian di sekitarnya dengan perasaan aman. Ketika ia melihat ekspresi Anda, ia juga belajar tentang emosi.

5. Belajar bicara.
Bayi yang sering digendong punya keterampilan bicara lebih baik. Sebab bayi sudah memerhatikan dan menyimak percakapan Anda sejak dini. Bahkan bayi bisa merasa ikut diajak bicara, karena posisi bayi berada dalam level mata dan suara yang jaraknya cukup dekat dengan Anda.

MANFAAT UNTUK IBU

1. Mudah menyusui.
Masih ingat perangkat “Baby B”, yaitu Babywearing dan Breastfeeding di metode Attachment Parenting? Kedua hal ini saling mendukung dalam manfaat yang satu ini. Saat menggendong, memudahkan Anda untuk menyusui bayi. Anda juga dapat memberikan posisi nyaman untuk bayi menyusu, dibandingkan bila ia hanya tidur di atas tempat tidur.

2. Sambil bekerja.
Menggendong bayi dapat membuat kehidupan Anda menjadi lebih mudah. Anda tak harus menunggui bayi di kamar sepanjang hari. Menggendong bayi dapat membebaskan Anda untuk tetap beraktivitas. Saat ia terjaga dari tidurnya, Anda bisa segera mengajaknya ngobrol.

3. Anda lebih perhatian.
Posisi bayi di pelukan Anda yang dekat dengan pandangan Anda menjadikan Anda menjadi lebih memerhatikan gerak-gerik bayi. Keamanan dan kenyamanan bayi lebih mudah Anda rasakan. Anda pun jadi lebih mengenal kebiasan buah hati Anda. Anda belajar untuk peka dan merespon bayi dengan tepat.

4. Mudah ditidurkan.
Bila bayi sulit tidur, menggendong bisa jadi langkah selanjutnya setelah Anda yakin popoknya kering dan perutnya kenyang. Menggendong bisa jadi cara untuk menidurkan bayi dengan lebih mudah, diiringi nursery rhymes. Alunan musik, suara merdu Anda ditambah ayunan lembut adalah ramuan ampuh untuk menidurkan bayi. Bayi pun tidur lebih nyaman dan lama.

5. Praktis bepergian.
Sebentar atau lama tak jadi soal, sebab Anda tinggal ambil gendongan dan si kecil pun nyaman keluar rumah bersama Anda.

sumber: www.ayahbunda.co.id

Porsi & Jadwal MPASI


Setelah ASI eksklusif 6 bulan, biasanya anak mulai diberi makanan pendamping. Tapi, bukan berarti pemberian ASI dihentikan, lho. Mama bisa tetap menyusui dan memadukan dengan makanan pendamping ASI atau biasa dikenal MPASI.

Namun, agar si kecil tidak 'kaget' saat mulai diberikan MPASI, ada beberapa tahap yang perlu Anda perhatikan.

Tekstur: Mulailah dengan makanan lumat yang mudah dicerna.
Bentuk: Agak cair menyerupai ASI, lalu secara bertahap dikentalkan.
Porsi: Satu-dua sendok makan sudah cukup baginya, karena lambungnya masih kecil.

PORSI MPASI

Berikut ini porsi makan yang tepat untuk bayi yang sudah makan selain ASI atau makanan pendamping ASI (MPASI). Menggunakan standar piring makan orang dewasa, kami akan memberikan petunjuk berapa banyak makanan yang dibutuhkan bayi Anda dalam setiap makannya.

1) 6-8 BULAN
Porsi untuk si belajar makan cukup 3 sendok makan serealia atau tepung-tepungan sekali makan. Selain itu beri ia porsi 1 sendok teh pure buah, yang jumlahnya meningkat secara bertahap menjadi 1 sendok makan sampai 2 sendok makan untuk satu kali makan. 1 sendok teh pure sayuran, seperti zuchini, labu siam atau buncis. Tingkatkan pemberian sejalan dengan bertambahnya usia bayi, menjadi 1 sendok makan sampai 2 sendok makan setiap makan. Jangan lupa untuk menerapkan 4 day wait rule, saat mengenalkan makanan baru pada bayi untuk mengetahui reaksi alergi.

2) 8-12 BULAN
Besarnya porsi yang diberikan yaitu, 2-3 sendok makan buah, 2-3 sendok makan sayur, 4-6 sendok makan serealia, 2-4 sendok makan sumber protein seperti ayam, tahu, tempe, daging sapi, ikan patin, kacang merah yang sudah dilumatkan, dan 1 sendok makan keju parut. Di usia ini, bayi Anda sudah mulai tumbuh gigi maka berikan sedikit tekstur pada makanan di awal usia 8 bulan. Di usia 10 atau 11 bulan Anda bisa mencoba memberinya nasi tim 4-8 sendok makan satu kali makan.

3) 12-24 BULAN
Ajak si satu tahun untuk belajar makan bersama keluarga. Ia sudah bisa makan table food dengan porsi 6-8 sendok makan serealia atau beras, 1 biji buah seperti apel, pir, jeruk atau 1 potong buah seperti melon, pepaya, dan semangka. Buah utuh lebih baik diberikan untuk anak daripada jus buah. ½ sampai ¾ gelas sayur yang disajikan dalam potongan kecil dan dimasak hingga empuk untuk mencegah tersedak. Beri juga 1 potong sedang sumber protein seperti daging sapi dan 3-4 sendok makan keju parut atau 2 buah keju slice.

JADWAL MPASI

Berikut jadwalnya per hari:

1) 6 BULAN
- ASI sesuka bayi
- Bubur serelia (tepung beras) atau nasi tim saring --> 1 kali
- Sayur atau buah --> 1 kali

2) 7-8 BULAN
- ASI sesuka bayi
- Bubur serelia --> 1 kali
- Nasi tim saring --> 1-2 kali
- Sayur atau buah --> 2 kali

3) 9-12 BULAN
- ASI sesuka bayi
- Nasi tim agak kasar --> 3 kali
- Buah/biskuit --> 2 kali

4) LEBIH DARI 12 BULAN
- ASI sesuka bayi
- Nasi lembek dengan lauk --> 3 kali
- Buah/biskuit --> 2 kali

KEBUTUHAN GIZI BAYI DARI ASI
0-6 bulan : 100%
6-9 bulan : 70-60%
9-12 bulan : 55%
>12 bulan : 30%

sumber:
www.ayahbunda.co.id
www.parenting.co.id

Friday 4 October 2013

Promo CHIC LADY BAG


Nah tas yang ini juga ngga kalah cihui dengan More Bag!
Saya sudah lihat wujud aslinya, beneran bagus dan manisss banget desainnya.

Kalo mau, bisa dibeli dgn harga Rp 499.000,- saja :)
Weks kemahalan mbaaa!

Kalo dapet GRATIS, mau ngga??
Tinggal tupo 175bp ATAU 
rekrut 2 orang dan keduanya lolos WP1 di bulan ini.

Langsung deh bisa boyong chic bag ini! 
Sooo, kebuttt action-nya, tas imut ini menanti untuk kamu jemput!




Tuesday 1 October 2013

CHIC BAG, for extra CHIC LOOK!



Pstttt... Ini lho tas cantik yang bisa kamu dapetin di bulan Oktober.


Kalo masih bingung, pm ya di 0818 6622 03 / pin 28C2E5F2


Tuesday 24 September 2013

Harmonisasi Bisnis dan Rumah Tangga

* hihi pinjem status Mr. Kontroversi lagi deh

9 bulan saya menjalankan bisnis Oriflame dari rumah. Menjalankan peran sebagai full time mommy, sekaligus menjadi pejuang impian di Oriflame bersama teman-teman hebatku.

Saat ini saya sudah mencapai level Director, setelah 6 bulan berturut-turut lolos qual SM (Senior Manager), Puji Tuhan... Thanks to semua timku, coreteamku di rumah (papa + Oliver), uplineku sekaligus mentorku Yulia Riani, dan semuaaa rekan-rekan yang sudah menjadi bagian dalam perjalananku.

Analoginya nih yaa kalo 9 bulan ibu mengandung, sudah waktunya untuk brojolan ya, siap melahirkan jiwa raga baru ke dunia :)

Nah kalo pengalaman saya, 9 bulan di Oriflame itu seperti membentuk pribadi baru, menjadi sosok yang lebih baik lagi. Lho kok bisa? Ini beberapa contohnya (kalo dibeberkan semua bisa jadi kitab. Hihihi)

1. Universitas Kehidupan
Seperti kata upline saya, eyang Diamond Yulia Riani, di bisnis Oriflame via d'BCN ibarat kuliah lagi di UnHip (Universitas Kehidupan). Belajar menyikapi persoalan, belajar sabar, fokus pada solusi, lebih bijak dan berkepala dingin dlm menghadapi segala sesuatu. Ibarat mengasah EQ kita. Soal akademis atau operasional mah bisa dipelajari dan diajari oleh siapa saja. Tapi soal EQ? Tidak mudah. Hanya bisa dipelajari lewat experience pribadi, bukan semata teori. Membuka diri terhadap masukan dan kritikan, beradaptasi dengan perubahan. Itu saya alami disini.

2. Anak vs Donlen
Katanya hidup berubah total setelah memiliki anak.
Memang betul adanya! Fokus untuk kebutuhan anak, melakukan segala sesuatu tujuannya untuk anak :)
Waktu untuk diri sendiri berkurang jauh, demikian halnya dengan ego pribadi. Tuhan telah menitipkan tanggung jawab yang luar biasa, Dia mempercayakan pada kita sebagai orang tua untuk mengemban tugas sebaik mungkin.
Lha terus apa hubungannya anak dengan upline-downline di bisnis?
Kalo ditelusuri, ngga jauh berbeda kok.
Downline = amanah
Amanah = tanggung jawab

Saya dan teman-teman di Oriflame yang sudah mengemban tanggung jawab sebagai seorang "upline", memiliki tugas spesial untuk membimbing seorang downline agar kelak mandiri, pintar, dan bisa menjadi penerus kita. Itu sudah kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi.
Berani berbuat (menjadi upline), harus berani bertangung jawab yaa :)

3. Berani berubah
Saya ambil contoh lewat membeli ikan dari pasar ya.
*hihihi perumpamaannya ala ibu-ibu banget ya, maklum kruntelannya tiap hari itu ;)

Dulu saya jijik banget kalo membersihkan isi perut ikan setelah dibeli dari pasar. Mulai dari dikorek-korek pake sumpit (mana bersih ya?) sampai minta tolong suami yang bersihin (itu juga kurang maksimal bersihinnya. Wkwkwk).

Setelah anak mulai bisa makan makanan padat termasuk ikan, saya berkomitmen untuk bisa membersihkan ikan sendiri. Buang rasa jijik jauh-jauh. Demi anak!
Ngga berani berubah = anak saya ngga makan ikan

Akhirnya sekarang sudah biasa tuh, ngga ada rasa jijik lagi. Yeayyy! :)

Demikian di bisnis ini. Harus berani berubah, berani keluar dari zona nyaman demi masa depan yang lebih nyaman lagi. Berani mengevaluasi kekurangan diri, dan bukan menyalahkan faktor luar akan sesuatu yang terjadi pada kita. Biasakan untuk tidak mencari pembenaran dan alasan.

Memperbaiki sikap = memperbaiki nasib

Sampai detik ini saya masih terus belajar.
Masih banyak yang harus diperbaiki agar menjadi lebih baik lagi.
Amazed dengan dampak Oriflame via d'BCN dalam hidup saya. Awalnya niat mendapat pemasukan tambahan, ternyata saya dapat lebih.
Saya bisa mengenal beragam pribadi-pribadi hebat, calon-calon leader di tim saya.
Saya ibarat memiliki motivator 24 jam, 7 hari seminggu, non stop.

Dan yang terpenting, menjadi lebih positif, lebih semangat, dan lebih MANFAAT.

Salam binar-binar dari saya
untuk semua teman-teman penjemput impian

Selamat menjemput rezekinya masing-masing yaaa :)


 

Regards,
 

Juliany
Director an Oriflame via d'BCN
Hp 0818 6622 03

Pin 28C2E5F2
www.julianylie.blogspot.com

Malu tapi (mungkin) Mau

Buat yang penasaran
Tapi masih ragu

Buat yang ingin tahuuuu
Tapi masih malu-malu :)

Kupas tuntas keingintahuanmu, jangan tunda lagi.
Kalo sreg, monggo kami sambuttt
Kalo kurang cocok juga ngga ada paksaan

Buka diri terhadap peluang baru, wawasan baru, nothing to lose.
Siapa tahu, malah nantinya jatuh cinta dan jadi pejuang impian. Seperti saya! :)

Kalo berminat ikutan, hubungi saya di 0818 6622 03 / pin 28C2E5F2

Sampai jumpa!


Tuesday 10 September 2013

INI YANG DIBUTUHKAN ANAK 13 TAHUN...

Penulis: Ellen Maringka (Ibu 3 Anak)

Saya tergerak menulis artikel ini sambil merasakan kepedihan dan kegalauan Maia dan Ahmad Dhani. Juga turut berduka cita yang sedalam dalamnya bagi korban kecelakaan maut yang mengakibatkan enam orang tewas akibat kendaraan yang dikemudikan Dul, melenceng keluar jalur dan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang fatal.

Tanpa kita menunjuk hidung Ahmad Dhani dan menuliskan daftar kesalahannya, saya jujur merasa bahwa Ahmad Dhani menyesali hadiah ulang tahun yang diberikan kepada Dul sebagai ekspresi rasa sayang seorang ayah kepada anaknya. Segila apapun orang tua, tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya mengalami kecelakaan dan mencelakakan orang lain, bahkan sampai merenggut nyawa sesama.

Siapa yang harus bertanggung jawab kalau sudah begini? Orangtua tentu saja. Kelalaian Dul yang menyetir mobil di usia yang masih sedemikian muda (tanpa memiliki SIM) pada jam yang tidak lumrah dengan alasan mengantarkan pacarnya pulang, mengindikasikan satu hal bahwa fungsi orang tua sebagai pengawas, pendidik dan pelindung anak tidak dijalankan dengan baik.

Saya memiliki dua anak laki laki, 19 dan 18 tahun, juga satu putri (bungsu) berusia 15 tahun, dan sampai pagi ini tidak habis heran berpikir bagaimana mungkin seorang anak gadis belia yang menjadi pacar Dul, perkiraan saya tentu usianya seumuran Dul, bisa diijinkan orang tuanya untuk bepergian dengan sang pacar sampai subuh.

Sepertinya kesalahan bukan hanya ada pada Ahmad Dhani dan Maia, tapi orang tua dari anak gadis belia pacarnya Dul perlu dipertanyakan cara mendidik dan mengawasi anak, khususnya terhadap anak perempuan yang sudah diijinkan untuk berpacaran dengan gaya “super metropolitan” seperti itu.

Terlalu jauh membandingkan dengan jaman saya berusia 13 tahun yang hobby-nya membaca Lima Sekawan dan serial Tintin, serta balapan sepeda di kompleks rumah, tapi saya mencoba lebih logis membandingkan dengan anak-anak saya, yang umurnya masih kurang lebih sepantaran dengan anak anaknya Maia dan Dhani.

Usia 13 tahun anak-anak sekarang sudah sangat cerdas, sehingga perkataan orang tua dan nasehat akan segera di counter-attack oleh sang anak jika mereka menilai bahwa nasehat yang diberikan hanya sebatas rangkaian kalimat indah tanpa pernah menyaksikan bagaimana orang tua mereka mempraktekkan apa yang dinasehati. Walk the talk! Tidak ada nasehat yang lebih manjur dan efektif daripada keteladanan orang tua.

Bakat musik yang dimiliki Maia dan Ahmad Dhani tidak usah diragukan, dengan sangat jelas dan kentara terbukti diturunkan kepada ketiga anak laki-laki mereka yang gagah dan ganteng ganteng. Sungguh ini merupakan berkat luar biasa dari Tuhan bagi Ahmad Dhani dan Maia untuk mereka bimbing, jaga, dan besarkan agar menjadi anak-anak yang mendatangkan banyak kebaikan bukan saja bagi diri mereka sendiri dan orang tua, tapi kepada masyarakat dan negara.

Ketiga anak saya sudah melewati usia 13 tahun, yang memang saya akui merupakan usia kritis di mana cara berpikir mereka sudah sangat cerdas, namun belum diimbangi dengan emosi yang stabil. Di usia seperti ini justru peran keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan untuk meluruskan cara berpikir remaja yang sering kebablasan dan emosional, mengajarkan etiket dan tata krama yang baik, dan menanamkan nilai nilai agama yang memuliakan Tuhan dan sesama.

Tanpa bermaksud menggurui, karena masing-masing orangtua memiliki metode dan sistem berbeda dalam mendidik dan membesarkan anak, lewat artikel ini saya hanya ingin berbagi berdasarkan pengalaman pribadi dan observasi terhadap saudara maupun kenalan dekat yang memiliki anak anak remaja 13-17 tahun.

Penting bagi orang tua untuk bisa membedakan “Kebutuhan” dengan “Keinginan” dari sang anak. Barangkali kelalaian terbesar Ahmad Dhani adalah meluluskan segala keinginan anak kesayangannya, sebagai ekspresi tanda cintanya sebagai ayah kepada anaknya, diliputi kebanggaan bahwa sebagai orang tua, dia mampu mewujudkan semua yang diminta anaknya.

Tidak semua yang diinginkan anak berusia 13 tahun itu perlu dan bermanfaat. Bahkan tidak jarang yang diinginkan mereka malah bisa membawa akibat buruk terhadap diri sendiri dan sesama. Di sinilah fungsi kontrol orang tua seharusnya berjalan dengan baik, dan dapat menyensor serta mengharmoniskankebutuhan dan keinginan yang disesuaikan dengan keadaan ekonomi orang tua, dan pertumbuhan anak secara wajar dan sehat.

Berdasarkan pengalaman saya, ini yang dibutuhkan anak usia 13 tahun :

- PENDIDIKAN DAN SEKOLAH YANG BAIK DAN BERMUTU. Jika kita menginginkan bangsa ini maju, maka pendidikan adalah kata kuncinya. Anak usia 13 tahun harus bersekolah dan bergaul dengan baik dan diajarkan tata krama dan sopan santun agar memahami bagaimana memperlakukan teman temannya dengan baik, menghormati orang tua, guru dan sesama.

- MAKANAN DAN GIZI YANG BAIK UNTUK MEMAKSIMALKAN PERTUMBUHAN. Termasuk di dalamnya pola hidup sehat yaitu disiplin akan pengaturan jam tidur, bermain dan belajar yang seimbang. Tidur yang cukup itu penting bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak.

- GADGET YANG SESUAI UNTUK KEBUTUHAN KOMUNIKASI DAN MEMBANTU MEREKA DALAM PENDIDIKAN. Saya pribadi menanamkan kepada anak-anak bahwa gadget dibeli sesuai dengan kebutuhan, dan bahwa etika dalam menggunakan HP maupun smart phone adalah mutlak. Pergaulan dan interaksi secara langsung dengan teman-teman seusia mereka tetap diperlukan untuk membantu mereka belajar bersosialisasi, dan bahwa pergaulan yang baik dan benar itu membutuhkan keterlibatan secara langsung, dan tidak semata-mata lewat internet dan dunia maya.

- PERHATIAN DAN KASIH SAYANG ORANGTUA LEWAT KEHADIRAN SECARA LANGSUNG. Tahu apa anak usia 13 tahun dengan segala definisi "quality time"? Maaf, bagi saya kata "quality time" lebih sering dipelesetkan dan dijadikan senjata oleh orang tua yang sibuk di luaran dan tidak punya waktu dengan anak-anak. Quality time bagi anak-anak saya adalah kehadiran saya di rumah ketika mereka pulang sekolah dan bercerita tentang kejadian seru sambil makan dengan lahap makanan yang sudah disediakan di rumah.

Quality time adalah mengantarkan pagi-pagi anak saya ke sekolah sambil memberi semangat kepada mereka untuk siap menghadapi ulangan atau ujian kenaikan kelas, dan menanyakan sekiranya ada yang diperlukan untuk membantu mereka lebih menguasai pelajaran. Quality time adalah secara konsisten mengingatkan mereka bahwa apa pun dalam hidup ini, hak itu selalu diikuti dengan tanggung jawab.

- ANAK 13 TAHUN MEMERLUKAN ROLE MODEL DAN KETELADANAN YANG BAIK DARI IBU DAN AYAH. Dalam kasus di mana orangtua bercerai, maka seharusnya keegoisan dan ketidakcocokan orangtua dikesampingkan demi anak-anak. Mereka membutuhkan kasih sayang ibu dan perlindungan ayah secara konsisten dan proporsional. Jikapun perceraian harus terjadi, dan itu sudah merupakan pilihan yang tidak terelakkan, maka masing-masing orangtua berkewajiban untuk tetap menjalankan fungsi mereka sebagai orangtua dan tidak menjelek-jelekkan mantan pasangan.

Memiliki anak adalah pilihan yang dilakukan oleh dua orang dewasa yang terikat dalam pernikahan. Anak tidak memilih untuk dilahirkan. Sudah seharusnya ketika pilihan ini diambil, maka tanggung jawab yang melekat di dalamnya dalam melahirkan, membesarkan, mendidik dan mendampingi mereka, dipenuhi oleh orang tua dalam semangat mencintai anak anak kita, sampai mereka dewasa dan cukup umur untuk bertanggung jawab atas hidup mereka masing-masing.

Mudah-mudahan kita selalu dapat memenuhi apa yang dibutuhkan oleh anak-anak kita, dan bukan sekedar memberikan apa yang diinginkan mereka dalam usia remaja yang masih labil.

Mudah-mudahan Ahmad Dhani dan Maia dapat mengambil hikmah dari kejadian ini, dan sekaligus memberi kita pelajaran bermakna bahwa kasih sayang dan kehadiran orangtua tidak dapat digantikan oleh hadiah apapun.

Hadiah terbesar yang bisa kita berikan bagi anak-anak adalah saling mencintai dan menghargai antara sang ayah dan ibu, dan bersama-sama membesarkan anak dalam keluarga yang harmonis.

sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2013/09/09/ini-yang-dibutuhkan-anak-13-tahun-590963.html

Monday 9 September 2013

Baju Dasteran, Gaji Blazeran



Sebagai seorang ibu, tentu ingin memberikan yang terbaik bagi keluarga tercinta.
Apapun pekerjaan Anda sekarang, pekerja kantoran maupun pebisnis, tidak melepaskan pekerjaan utama sebagai seorang ibu dan seorang istri.

Moms,
Sekarang kan zamannya bisnis internet...
Banyak sekali penawaran-penawaran bisnis mulai dari jutaan sampai milyaran.
Tapi tahukah moms? Bisnis mana yang bukan hanya omong doang?


Dini Shanti dan Nadia Meutia
Founders d'BC Network
Perjalanan Oriflame Gold Conference, Stockholm, Swedia, 2010



Sudah Banyak Moms Yang Bekerja Dari Rumah

Ini berbagai alasannya:
Lebih banyak memiliki waktu bersama buah hati
Agar memiliki tabungan yang cukup untuk berbagai keperluan
Ikut membantu suami untuk keuangan keluarga
Dapat mengatur waktu kerja sendiri / fleksibel


Enak ya kalau bisa begitu?
Tapi... ini bukan hal yang mudah ya...
Tetap harus bekerja pintar dan luangkan waktu belajar... :)

Apapun kegiatan moms sekarang, ngantor, atau di rumah saja.. Moms juga memiliki peluang yang sama dengan teman-teman lain untuk mencapai kesuksesan bersama d'BC Network.

Apakah moms masih pikir-pikir dulu karena alasan :
Tidak ada waktu, pulang kantor sudah capek
Tidak ada waktu, urusan rumah tangga menguras pikiran dan tenaga
Tidak memiliki modal yang besar
Gaptek.. ga pinter internet
Di jaringan ini, sudah banyak teman2 dengan alasan2 di atas yang berhasil...
Berhasil mendapatkan uang tambahan dengan segala keterbatasan tersebut.

Modal pendaftaran awal hanya Rp. 49.900,-, bahkan bulan September ini hanya Rp. 19.900,-
Bisa mendapatkan jutaan rupiah per bulan!

Serius?
Iya bener moms....

Rasanya saat ini belum terlalu banyak bisnis yang dibuat khusus untuk mereka yang ingin dapat menghasilkan uang tambahan, sambil tetap menjalankan kegiatan sehari-hari baik sebagai pekerja, istri, atau ibu!

tapi... Hal tersebut BUKANLAH hal yang mustahil !
Jika moms bergabung bersama d'BC Network :) 

Klik disini untuk bergabung!



Tuesday 3 September 2013

Agar Tak Lagi Berteriak Hadapi Anak


Tak ada satupun orangtua yang ingin marah dengan menaikkan volume suaranya sampai satu oktaf. Tapi, kadang ada saja kejadiannya, entah itu bikin susu tumpah, lupa bawa kotak sarapan, atau menutup pintu.

Namun sebelum teriak-teriak, coba ingat lagi, sebenarnya buat apa sih, kita sampai menaikkan volume suara? "Karena merasa tidak didengar oleh anak," ujar Eileen Kennedy-Moore, PhD, penulis buku Smart Parenting for Smart Kids.

Bisa jadi benar demikian. Tetapi, percayalah semakin kita menaikkan volume suara, makin anak tidak mendengarkan apa yang kita sampaikan. Jadi, baiknya coba terapkan 10 kebiasaan berikut ini sebagai gantinya.

1. RENCANAKAN SEMUA HAL DENGAN MATANG

Coba pikir-pikir lagi apa yang kerap membuat Anda marah-marah? Dan dari situ bikin atau siapkan agenda secara terencana. Bisa dari agenda anak berangkat sekolah, jadwal kursus mereka hingga acara akhir pekan.

Dr. Kennedy-Moore mengatakan kadang ketika orangtua marah-marah, itu karena dia butuh waktu persiapan lebih banyak. Jadi kenapa tidak mencoba bersiap lebih dulu sebelum meminta anak bersiap diri ke sekolah. Bagaimana caranya ketika Anda memakai maskara sementara di saat yang sama menyuruh anak juga mengurusi dirinya sendiri? Atur semua terencana, bisa dengan menempatkan post list, apa saja yang dibutuhkan anak, jadi semua lebih tertata. Misal, Rangga butuh baju olahraga tiap hari Selasa, dan daftar lainnya. 


2. JANGAN BEREKSPEKTASI TERLALU TINGGI

Anda pernah meminta anak untuk membersihkan perlengkapan mainnya, dan semua berjalan lancar di minggu pertama, namun kemudian semua berantakan lagi di minggu berikutnya. Jangan buru-buru marah, bisa jadi karena dia masih kecil, bukannya abai atau tidak mau mendengarkan Anda.

3. JADILAH CONTOH ATAU ROLE MODEL.

Ketika Anda berteriak-teriak, anak akan merekamnya dengan baik. Dan bayangkan, jika suatu saat, entah pada adiknya atau sesama teman di sekolah mereka akan melakukan hal yang sama. Berteriak-teriak, mengeluarkan semua kata-kata yang Anda pernah keluarkan. Jadi, coba bayangkan, Anda menyampaikan kemarahan dengan lembut, dan suatu saat dia akan berlaku sama.

4. BERI TANDA

Di saat rasanya Anda akan marah-marah dengan berteriak, cobalah redam sebentar, dan bilang padanya untuk meninggalkan ruangan. Kontrol diri Anda dengan baik dan pahami bahwa jangan sampai kata-kata jelek keluar. Dengan sikap ini, anak pun belajar bahwa dirinya menaruh respect atau saling menghargai terhadap orang lain, menjaga kata-kata dan perbuatannya.

5. ALIHKAN DENGAN DISTRAKSI

Misalkan, suatu kali Anda masuk ke dapur dan melihat sepatu anak berserakan. Seketika Anda ingin marah dan memanggilnya dengan suara setinggi mungkin. Sebelum itu cobalah alihkan pandangan ke yang lain, yang membuat Anda sedikit lebih tenang. Misalnya dengan mengambil permen mint atau melihat foto keluarga yang dipajang dekat sana. Ini bisa membantu mengontrol emosi.

6. INGAT PERAN ANDA

Sesaat Anda akan berteriak sekencang-kencangnya, ingatlah, peran sebagai orangtua. Marah-marah tak keruan hanya akan membuat peran atau posisi Anda lebih rendah di mata anak, karena tidak bisa mengontrol diri. Bagaimanapun rasa hormat atau saling menghargai tidak timbul karena dari marah-marah.

7. ATUR VOLUME SUARA RENDAH DI SEGALA SUASANA.

Meski dalam keadaan emosi stabil pun, cobalah untuk tidak teriak-teriak. Misalkan untuk memanggil anak, makan malam sudah siap. Tidak perlu berteriak dari ruang makan hingga kedengaran sampai kamarnya, lebih baik dekati mereka dan ingatkan dengan lembut.

8. BERPIKIR LAYAKNYA SEORANG GURU

Ketika Anda memposisikan diri sebagai guru, maka beginilah kira-kira posisinya. Anda melihat kebiasaan buruk anak bukan secara personal, tapi kesempatan untuk mereka belajar sesuatu. Misal, ketika dia membiarkan sisa es krim di meja, Anda membuat diri seolah sebagai guru yang mengajarkan agar dia membuang sampah ke tempatnya. Anda menerapkan diri sebagai pengajar agar dia menjadi tahu dan berbuat baik di kemudian hari.

9. KONTAK MATA

Daripada Anda berteriak kencang supaya anak mau mendengarkan apa yang ingin Anda sampaikan, lebih baik ubah caranya. Dekati dia, tatap matanya dan bicara dengan lembut dan tenang. Apa yang Anda sampaikan lebih diterima dan mungkin akan diingatnya sampai beranjak dewasa.

10. BAYANGKAN DI SEKITAR ANDA ADA ORANG LAIN

Ketika akan marah dan berniat menaikkan suara ke volume setinggi langit, coba bayangkan ada orang lain di sekitar Anda. Yang siapa tahu adalah bos, pimpinan tempat Anda bekerja, tetangga, atau teman lama. Bisa malu dan mau ditaruh dimana muka Anda kalau demikian. Jadi, lebih baik bersikap dengan baik, tenang dan elegan. Tidak ada gunanya marah-marah sampai harus teriak-teriak.

sumber: http://female.kompas.com/

Friday 30 August 2013

Persiapan Psikologis Si Kecil Masuk Sekolah


Saya termasuk jarang mengikuti seminar parenting maupun kesehatan. Kebanyakan modal saya adalah bahan bacaan dan browsing. Tapi sependek yang saya tahu biasanya seminar hanya mengambil satu sudut pandang saja, either parenting saja, atau kesehatan saja, atau finansial, relationship, dst.

Nah, kali ini dengan topik Persiapan Anak Masuk Sekolah, seminar ini mengusung sekaligus dua sudut pandang:
- dari segi kesehatan dengan pembicara dr. Arifianto (dr. Apin), apa saja yang harus dipersiapkan orang tua sebelum anak masuk sekolah, dan
- sisi psikologis kesiapan anak untuk bersekolah dengan pembicara psikolog Toge Aprilianto.

Pak Toge di awal seminar menyatakan bahwa dirinya memposisikan diri sebagai pengacara anak-anak, jadi anak-anak selalu benar dan orang tua selalu salah.
Menurut beliau, pertama kali pertanyakan lebih dahulu kepada masing-masing orang tua: “Anak sekolah untuk siapa?”
Untuk kebahagiaan orang tua atau kebahagiaan anak? Supaya anak belajar hal-hal yang kita tidak mumpuni untuk mengajarkan sendiri pada mereka, atau supaya orang tua punya me-time?

Sekolah itu perlu, bukan harus. Yang perlu adalah orang tua, bukan anak. Karena orang tua perlu bantuan dalam mengajarkan berbagai macam hal yang tidak dikuasainya kepada anak.

Jadi fokuslah pada apa yang dibutuhkan anak, bukan orang tua. Dari sini, sekolah dikatakan OK bila dengan bersekolah memberi manfaat untuk anak.

Pastikan juga kita memilih sekolah dengan guru-guru, bukan juru-juru. Apa bedanya?

Juru menginstruksi dan memacu, tanpa mengindahkan kebutuhan dan kemampuan anak. Guru memberdayakan dan membangun kemampuan yang ada pada anak dengan optimal. Hati-hati, juru bisa membuat anak jadi mogok sekolah, ditingkatan manapun. Sementara guru pasti akan dicintai murid dan mata pelajarannya biasanya akan jadi favorit. Guru akan memahami bila anak kita maunya mengerjakan tugas sambil duduk di lantai misalnya, karena dengan begitu anak lebih enjoy dan tugas selesai dengan baik ketimbang dipaksa duduk manis di kursi tapi karena gelisah malah tugasnya amburadul.

Pak Toge mempunyai tahapan alur pengasuhan yang didasarkan pada kemampuan mental anak, tanpa memandang umurnya. Atau mungkin lebih tepat dikatakan ‘umur mental’. Mirip seperti milestone, tapi secara psikologis. Tahap-tahap RUASDITO (Rute ASuh DIdik ala TOge) ini adalah:
1. Membangun rutinitas. Sedini mungkin anak diperkenalkan pada rutinitas. Dengan adanya rutinitas, anak tahu what to expect sehari-harinya. Misalnya bangun tidur ada yang mandi dulu, tapi ada yang sarapan dulu baru mandi. Jadi saat anak bangun tidur, dia akan siap mandi atau makan dahulu tergantung kebiasaan yang dibangun.

2. Sanggup (mau dan mampu) kecewa secara aman-nyaman. Poin ini berhubungan dengan poin pertama karena saat rutinitas harus terputus atau tertunda, misalnya kondisi khusus, sedang traveling, atau transisi ke perubahan rutinitas, akan ada masa adaptasi. Masa adaptasi ini berbeda-beda tiap anak (baca: orang). Kemampuan berubah ini melalui proses ‘kekecewaan’ terlebih dahulu, sampai kemudian bisa beradaptasi. Istilah sekarang, bisa move on.

Nah, tidak semua orang bisa move on dengan aman dan nyaman, menjalani transisi perubahan dengan smooth dan tanpa (seminimal mungkin) drama. Anak tantrum karena perubahan? Itu biasa. Orang ‘dewasa’ juga banyak yang masih tantrum, kan, dengan perubahan? *wink*.

Poin ini fokus bagaimana memfasilitasi anak belajar menjalani perubahan. Misalnya anak yang tadinya tantrum dengan agresif, menyakiti orang lain atau merusak sekitar, belajar untuk menyalurkan kemarahan melalui media lain yang aman. Misal untuk anak yang lebih besar, ‘menggambar’ atau ‘menulis’ kemarahannya. Berteriak atau menangis juga boleh, lho. Pak Toge justru melarang untuk menahan kemarahan, karena malah akan berujung ledakan emosi yang bisa lebih parah akibatnya.

3. Sanggup bersepakat (‘dagang’: dari pembeli-penjual sampai jadi rekanan). Beberapa perubahan yang terkait poin kedua, berhubungan dengan orang lain. Misalnya anak yang sedang asyik main, tiba-tiba disuruh makan atau mandi. Ini merusak ‘kerutinan’, lho. Adakah yang dalam kondisi ini si anak langsung patuh menghentikan aktivitasnya lalu melaksanakan suruhan kita dengan patuh tanpa drama? Salah satu anak saya ada yang agak ‘tantrum-proof’, yang ada malah saya khawatir kelak dia akan mudah terpengaruh oleh orang lain, terlebih yang negatif. Nah, di titik ini anak belajar bagaimana bernegoisasi.

‘Pembeli-penjual’ adalah situasi dimana anak yang tadinya sedang main disuruh mandi lalu ngambek, kita tawarkan kompensasi atas permintaan kita. Misalnya kesepakatan untuk mandi kompensasinya bisa kembali bermain lebih lama atau kita tawarkan sesuatu yang menjadi keinginannya. Makin ‘mahal’ permintaan kita (yang lebih besar kemungkinan ditolaknya :D) makin mahal juga tawaran kompensasi kita. Boleh juga, lho, kita menawarkan pada anak untuk menentukan sendiri kompensasi apa yang diinginkan. Bila kompensasi yang diminta terlalu mahal, kita berhak menawar dengan yang lebih murah. Saat anak bisa yang menentukan kompensasi yang sesuai dan saling bersepakat, saat itulah dia bisa menjadi ‘rekanan’.

Catatan: untuk anak yang masih kecil, pastikan kompensasi yang ditawarkan bersifat riil, ya. Menerangkan bahwa suntik imunisasi itu perlu supaya daya tahan tubuh bagus memerlukan kemampuan abstract thinking yang belum dicapai maksimal di usia pra-sekolah.

4. Sanggup berjuang. Level ini adalah titik dimana anak sanggup menjalani yang ‘nggak enak’ untuk memperoleh yang ‘enak’, lebih bagus lagi kalau bisa menjalani yang nggak enak untuk sesuatu yang ‘perlu’. Pada dasarnya orang hanya tahu yang enak, apalagi anak-anak. Masih susah menjalani yang nggak enak, walau dapat kompensasi enak.

Contoh paling mudah nggak enak vs enak misalnya bantu cuci piring vs dapat ‘gaji’, sedangkan nggak enak vs perlu misalnya suntik imunisasi vs imunitas. Karena inilah dagang dengan anak harus pandai mencari celah mana yang ‘enak’ untuk anak sebagai penawaran. Anak lebih susah memaknai ‘perlu’ ketimbang ‘enak’. Otomatis tawaran berbasis ‘perlu’ akan lebih susah disepakati oleh anak.

5. Sanggup membuat keputusan mandiri secara rasional. Bila anak sudah lulus empat poin diatas, diharapkan anak sudah bisa menimbang keputusan dan tindakan tidak hanya dari sisi ‘enak’, tapi dari sisi ‘perlu’ juga. Di level ini orang tua sudah tinggal mengikuti dari belakang, memantau saja keputusan yang diambil anak.

6. Menjadi dewasa (sanggup berpikir-belajar-peduli). Setelah melalui tahap sanggup membuat keputusan mandiri, anak diajarkan juga apa konsekuensi dari keputusannya baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Belajar berempati. Bila sudah lulus tahap ini secara mental anak bisa dikatakan dewasa.

Keenam poin ini saling berurutan. Idealnya ‘lulus’ yang satu dulu baru masuk ke tahap berikutnya.

Sepanjang ini dan belum membahas tentang kesiapan sekolah? Sebenarnya sudah, hehehe.

Oleh pemerintah kesiapan sekolah dinilai dengan usia, padahal ‘usia mental’ masing-masing anak bisa berbeda-beda. Menurut RUASDITO, kesiapan sekolah adalah saat anak sudah bisa masuk level ke-4, karena sekolah bagi beberapa anak termasuk sesuatu yang nggak enak. Nggak enak harus bangun dan mandi pagi setiap hari sekolah, nggak enak harus mengikuti aturan, tidak bisa bermain seenaknya seperti di rumah, dst.

Bila anak belum bisa menyukai kegiatan bersekolah, memilih bekal tidak seru, baju seragamnya tidak keren, teman-temannya nggak asyik, gurunya dibilang galak, dan proses bersepakat juga tidak berhasil, mungkin anak memang belum siap untuk sekolah. Kadang-kadang bersepakat berhasil untuk hari-hari pertama sekolah, tapi seterusnya memerlukan daya juang si anak untuk bisa konsisten bersekolah. Lingkungan sekolah juga harus mendukung. Kalau anak sering di-bully oleh temannya, guru tidak merespon keluhannya atau lebih memihak pem-bully, anak juga bisa jadi mogok sekolah.

Jadi, selain memastikan anak siap sekolah, pastikan juga sekolah siap menerima anak.
Sudahkah anak dan sekolahnya siap memulai belajar-mengajar?

sumber: www.mommiesdaily.com


Penulis: Fitria Kirana (Kontributor Mommiesdaily.com, ibu 4 anak)

Thursday 29 August 2013

TATAP MATAKU, BUKAN GADGET-MU


Beberapa waktu lalu, saya mendengar gaung ‘gerakan’ digital detox yang bertujuan 
menambah kualitas relasi antar sesama manusia, juga merekoneksi manusia dengan sanubarinya sendiri. Di negara seperti Amerika Serikat dan Inggris, bahkan telah diadakan semacam summer camp khusus untuk menjalankan digital detox.

Terkait dengan peran sebagai orangtua, Hani (salah satu pendiri Mommiesdaily.com), memasukkan digital detox sebagai salah satu resolusi parenting-nya.

Sementara dari kondisi yang saya rasakan sendiri, kehadiran gadget di tengah interaksi saya dengan anak, memang cenderung membuat saya kurang fokus dalam berkomunikasi dengannya. Perhatian saya terbagi antara mendengarkan celotehan anak, dan distraksi dari bunyi-bunyian yang keluar dari gadget. Dari situ, saya berusaha menerapkan “no gadget policy” guna mencapai waktu berkualitas bersama anak.

Saya ingat sebuah artikel di majalah Good Housekeeping yang pernah saya baca, berjudul “Antara Orangtua, Anak, dan Gadget,” yang ditulis oleh Maharani Indri. Artikel itu sangat menarik perhatian saya karena memaparkan apa yang terjadi di otak saat seseorang sedang bermain gadget. Otak akan berada dalam keadaan survival mode, di mana bagian otak yang cenderung aktif adalah batang otak, atau otak reptil.

Fungsi bagian otak ini, salah satunya, adalah mengontrol reaksi insting dalam keadaan bahaya atau terancam. Seperti alasan marah, terancam atau tidak nyaman ketika seseorang mendekati (sumber:http://netsains.net/2011/07/otak-dan-pembelajaran/). Respon dari insting ini akan berwujud fight and flight emotions, di mana wujud reaksi akan berupa menyerang (fight), atau bersikap tidak peduli (flee).

Yang membuat miris, artikel ini menyatakan hasil survei terhadap sekian ratus anak kelas 4 dan 5 SD, di mana 5 dari 10 anak mengatakan orangtua mudah marah kalau sedang memegang gadget. Ini menjadikan anak merasa takut untuk mengganggu orangtua. Sehingga lalu enggan untuk berinteraksi.

Saya kutip dari artikel tadi,

“Saat kondisi otak berada dalam survival mode, kita cenderung memandang semua orang sebagai musuh, terutama bila merasa terganggu, termasuk oleh anak kita sendiri.”

Padahal, dalam tatanan jangka panjang, kita bisa membayangkan jika anak merasa tidak nyaman berinteraksi dengan orangtua. Hubungan emosi antara anak dan orangtua akan menjadi sangat rapuh.

Psikolog Aric Sigman, juga telah mengingatkan para orangtua akan bahaya “passive parenting” dan “being neglect” (pengabaian jinak) yang disebabkan oleh ketergantungan orangtua terhadap gadget (sumber:http://www.telegraph.co.uk/women/mother-tongue/9280194/Mobile-addict-parents-guilty-of-child-neglect-warns-psychologist.html). Ia menyarankan agar televisi sama sekali tidak ‘disajikan’ kepada toddler, dan dibatasi penggunaannya untuk anak-anak yang lebih besar. Lebih lanjut, menurutnya, risiko bagi anak dari orang tua yang menjadikan teknologi digital sebagai ‘babysitter’ adalah, bahaya kesehatan seperti obesitas, tingginya kadar kolesterol dan tekanan darah, kurangnya konsentrasi, penurunan kemampuan dalam matematika dan membaca, juga gangguan tidur dan autisme.

Meskipun memang tidak mungkin untuk mengeliminasi secara menyeluruh kehadiran gadget dari kehidupan kita dan anak, tapi setidaknya kita dapat berusaha mengurangi dampak negatifnya terhadap anak-anak kita. Misalnya dengan cara:

1. Mengatur waktu penggunaan gadget oleh anak, dan diri kita sendiri.

2. Membatasi jenis aplikasi, maupun tontonan dan game yang dapat diakses oleh anak.

3. Memonitor penggunaan gadget dan alat elektronik lain oleh anak.

4. Mengatur waktu khusus untuk berinteraksi tanpa gadget bersama keluarga.

5. Membentuk komunikasi yang efektif dengan anak, dengan menunjukkan atensi sepenuhnya kepada anak, dan dengan menanyakan pendapatnya terhadap konten dan pengalaman yang ditemuinya dari tontonan, game, atau aplikasi internet.

Jadi, mari kita mulai meletakkan gadget saat bersama anak dan tatap matanya ketika berbicara 
Penulis: vanshe (Kontributor Mommiesdaily.com)
sumber: www.mommiesdaily.com