Tuesday 24 September 2013

Harmonisasi Bisnis dan Rumah Tangga

* hihi pinjem status Mr. Kontroversi lagi deh

9 bulan saya menjalankan bisnis Oriflame dari rumah. Menjalankan peran sebagai full time mommy, sekaligus menjadi pejuang impian di Oriflame bersama teman-teman hebatku.

Saat ini saya sudah mencapai level Director, setelah 6 bulan berturut-turut lolos qual SM (Senior Manager), Puji Tuhan... Thanks to semua timku, coreteamku di rumah (papa + Oliver), uplineku sekaligus mentorku Yulia Riani, dan semuaaa rekan-rekan yang sudah menjadi bagian dalam perjalananku.

Analoginya nih yaa kalo 9 bulan ibu mengandung, sudah waktunya untuk brojolan ya, siap melahirkan jiwa raga baru ke dunia :)

Nah kalo pengalaman saya, 9 bulan di Oriflame itu seperti membentuk pribadi baru, menjadi sosok yang lebih baik lagi. Lho kok bisa? Ini beberapa contohnya (kalo dibeberkan semua bisa jadi kitab. Hihihi)

1. Universitas Kehidupan
Seperti kata upline saya, eyang Diamond Yulia Riani, di bisnis Oriflame via d'BCN ibarat kuliah lagi di UnHip (Universitas Kehidupan). Belajar menyikapi persoalan, belajar sabar, fokus pada solusi, lebih bijak dan berkepala dingin dlm menghadapi segala sesuatu. Ibarat mengasah EQ kita. Soal akademis atau operasional mah bisa dipelajari dan diajari oleh siapa saja. Tapi soal EQ? Tidak mudah. Hanya bisa dipelajari lewat experience pribadi, bukan semata teori. Membuka diri terhadap masukan dan kritikan, beradaptasi dengan perubahan. Itu saya alami disini.

2. Anak vs Donlen
Katanya hidup berubah total setelah memiliki anak.
Memang betul adanya! Fokus untuk kebutuhan anak, melakukan segala sesuatu tujuannya untuk anak :)
Waktu untuk diri sendiri berkurang jauh, demikian halnya dengan ego pribadi. Tuhan telah menitipkan tanggung jawab yang luar biasa, Dia mempercayakan pada kita sebagai orang tua untuk mengemban tugas sebaik mungkin.
Lha terus apa hubungannya anak dengan upline-downline di bisnis?
Kalo ditelusuri, ngga jauh berbeda kok.
Downline = amanah
Amanah = tanggung jawab

Saya dan teman-teman di Oriflame yang sudah mengemban tanggung jawab sebagai seorang "upline", memiliki tugas spesial untuk membimbing seorang downline agar kelak mandiri, pintar, dan bisa menjadi penerus kita. Itu sudah kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi.
Berani berbuat (menjadi upline), harus berani bertangung jawab yaa :)

3. Berani berubah
Saya ambil contoh lewat membeli ikan dari pasar ya.
*hihihi perumpamaannya ala ibu-ibu banget ya, maklum kruntelannya tiap hari itu ;)

Dulu saya jijik banget kalo membersihkan isi perut ikan setelah dibeli dari pasar. Mulai dari dikorek-korek pake sumpit (mana bersih ya?) sampai minta tolong suami yang bersihin (itu juga kurang maksimal bersihinnya. Wkwkwk).

Setelah anak mulai bisa makan makanan padat termasuk ikan, saya berkomitmen untuk bisa membersihkan ikan sendiri. Buang rasa jijik jauh-jauh. Demi anak!
Ngga berani berubah = anak saya ngga makan ikan

Akhirnya sekarang sudah biasa tuh, ngga ada rasa jijik lagi. Yeayyy! :)

Demikian di bisnis ini. Harus berani berubah, berani keluar dari zona nyaman demi masa depan yang lebih nyaman lagi. Berani mengevaluasi kekurangan diri, dan bukan menyalahkan faktor luar akan sesuatu yang terjadi pada kita. Biasakan untuk tidak mencari pembenaran dan alasan.

Memperbaiki sikap = memperbaiki nasib

Sampai detik ini saya masih terus belajar.
Masih banyak yang harus diperbaiki agar menjadi lebih baik lagi.
Amazed dengan dampak Oriflame via d'BCN dalam hidup saya. Awalnya niat mendapat pemasukan tambahan, ternyata saya dapat lebih.
Saya bisa mengenal beragam pribadi-pribadi hebat, calon-calon leader di tim saya.
Saya ibarat memiliki motivator 24 jam, 7 hari seminggu, non stop.

Dan yang terpenting, menjadi lebih positif, lebih semangat, dan lebih MANFAAT.

Salam binar-binar dari saya
untuk semua teman-teman penjemput impian

Selamat menjemput rezekinya masing-masing yaaa :)


 

Regards,
 

Juliany
Director an Oriflame via d'BCN
Hp 0818 6622 03

Pin 28C2E5F2
www.julianylie.blogspot.com

Malu tapi (mungkin) Mau

Buat yang penasaran
Tapi masih ragu

Buat yang ingin tahuuuu
Tapi masih malu-malu :)

Kupas tuntas keingintahuanmu, jangan tunda lagi.
Kalo sreg, monggo kami sambuttt
Kalo kurang cocok juga ngga ada paksaan

Buka diri terhadap peluang baru, wawasan baru, nothing to lose.
Siapa tahu, malah nantinya jatuh cinta dan jadi pejuang impian. Seperti saya! :)

Kalo berminat ikutan, hubungi saya di 0818 6622 03 / pin 28C2E5F2

Sampai jumpa!


Tuesday 10 September 2013

INI YANG DIBUTUHKAN ANAK 13 TAHUN...

Penulis: Ellen Maringka (Ibu 3 Anak)

Saya tergerak menulis artikel ini sambil merasakan kepedihan dan kegalauan Maia dan Ahmad Dhani. Juga turut berduka cita yang sedalam dalamnya bagi korban kecelakaan maut yang mengakibatkan enam orang tewas akibat kendaraan yang dikemudikan Dul, melenceng keluar jalur dan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang fatal.

Tanpa kita menunjuk hidung Ahmad Dhani dan menuliskan daftar kesalahannya, saya jujur merasa bahwa Ahmad Dhani menyesali hadiah ulang tahun yang diberikan kepada Dul sebagai ekspresi rasa sayang seorang ayah kepada anaknya. Segila apapun orang tua, tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya mengalami kecelakaan dan mencelakakan orang lain, bahkan sampai merenggut nyawa sesama.

Siapa yang harus bertanggung jawab kalau sudah begini? Orangtua tentu saja. Kelalaian Dul yang menyetir mobil di usia yang masih sedemikian muda (tanpa memiliki SIM) pada jam yang tidak lumrah dengan alasan mengantarkan pacarnya pulang, mengindikasikan satu hal bahwa fungsi orang tua sebagai pengawas, pendidik dan pelindung anak tidak dijalankan dengan baik.

Saya memiliki dua anak laki laki, 19 dan 18 tahun, juga satu putri (bungsu) berusia 15 tahun, dan sampai pagi ini tidak habis heran berpikir bagaimana mungkin seorang anak gadis belia yang menjadi pacar Dul, perkiraan saya tentu usianya seumuran Dul, bisa diijinkan orang tuanya untuk bepergian dengan sang pacar sampai subuh.

Sepertinya kesalahan bukan hanya ada pada Ahmad Dhani dan Maia, tapi orang tua dari anak gadis belia pacarnya Dul perlu dipertanyakan cara mendidik dan mengawasi anak, khususnya terhadap anak perempuan yang sudah diijinkan untuk berpacaran dengan gaya “super metropolitan” seperti itu.

Terlalu jauh membandingkan dengan jaman saya berusia 13 tahun yang hobby-nya membaca Lima Sekawan dan serial Tintin, serta balapan sepeda di kompleks rumah, tapi saya mencoba lebih logis membandingkan dengan anak-anak saya, yang umurnya masih kurang lebih sepantaran dengan anak anaknya Maia dan Dhani.

Usia 13 tahun anak-anak sekarang sudah sangat cerdas, sehingga perkataan orang tua dan nasehat akan segera di counter-attack oleh sang anak jika mereka menilai bahwa nasehat yang diberikan hanya sebatas rangkaian kalimat indah tanpa pernah menyaksikan bagaimana orang tua mereka mempraktekkan apa yang dinasehati. Walk the talk! Tidak ada nasehat yang lebih manjur dan efektif daripada keteladanan orang tua.

Bakat musik yang dimiliki Maia dan Ahmad Dhani tidak usah diragukan, dengan sangat jelas dan kentara terbukti diturunkan kepada ketiga anak laki-laki mereka yang gagah dan ganteng ganteng. Sungguh ini merupakan berkat luar biasa dari Tuhan bagi Ahmad Dhani dan Maia untuk mereka bimbing, jaga, dan besarkan agar menjadi anak-anak yang mendatangkan banyak kebaikan bukan saja bagi diri mereka sendiri dan orang tua, tapi kepada masyarakat dan negara.

Ketiga anak saya sudah melewati usia 13 tahun, yang memang saya akui merupakan usia kritis di mana cara berpikir mereka sudah sangat cerdas, namun belum diimbangi dengan emosi yang stabil. Di usia seperti ini justru peran keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan untuk meluruskan cara berpikir remaja yang sering kebablasan dan emosional, mengajarkan etiket dan tata krama yang baik, dan menanamkan nilai nilai agama yang memuliakan Tuhan dan sesama.

Tanpa bermaksud menggurui, karena masing-masing orangtua memiliki metode dan sistem berbeda dalam mendidik dan membesarkan anak, lewat artikel ini saya hanya ingin berbagi berdasarkan pengalaman pribadi dan observasi terhadap saudara maupun kenalan dekat yang memiliki anak anak remaja 13-17 tahun.

Penting bagi orang tua untuk bisa membedakan “Kebutuhan” dengan “Keinginan” dari sang anak. Barangkali kelalaian terbesar Ahmad Dhani adalah meluluskan segala keinginan anak kesayangannya, sebagai ekspresi tanda cintanya sebagai ayah kepada anaknya, diliputi kebanggaan bahwa sebagai orang tua, dia mampu mewujudkan semua yang diminta anaknya.

Tidak semua yang diinginkan anak berusia 13 tahun itu perlu dan bermanfaat. Bahkan tidak jarang yang diinginkan mereka malah bisa membawa akibat buruk terhadap diri sendiri dan sesama. Di sinilah fungsi kontrol orang tua seharusnya berjalan dengan baik, dan dapat menyensor serta mengharmoniskankebutuhan dan keinginan yang disesuaikan dengan keadaan ekonomi orang tua, dan pertumbuhan anak secara wajar dan sehat.

Berdasarkan pengalaman saya, ini yang dibutuhkan anak usia 13 tahun :

- PENDIDIKAN DAN SEKOLAH YANG BAIK DAN BERMUTU. Jika kita menginginkan bangsa ini maju, maka pendidikan adalah kata kuncinya. Anak usia 13 tahun harus bersekolah dan bergaul dengan baik dan diajarkan tata krama dan sopan santun agar memahami bagaimana memperlakukan teman temannya dengan baik, menghormati orang tua, guru dan sesama.

- MAKANAN DAN GIZI YANG BAIK UNTUK MEMAKSIMALKAN PERTUMBUHAN. Termasuk di dalamnya pola hidup sehat yaitu disiplin akan pengaturan jam tidur, bermain dan belajar yang seimbang. Tidur yang cukup itu penting bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak.

- GADGET YANG SESUAI UNTUK KEBUTUHAN KOMUNIKASI DAN MEMBANTU MEREKA DALAM PENDIDIKAN. Saya pribadi menanamkan kepada anak-anak bahwa gadget dibeli sesuai dengan kebutuhan, dan bahwa etika dalam menggunakan HP maupun smart phone adalah mutlak. Pergaulan dan interaksi secara langsung dengan teman-teman seusia mereka tetap diperlukan untuk membantu mereka belajar bersosialisasi, dan bahwa pergaulan yang baik dan benar itu membutuhkan keterlibatan secara langsung, dan tidak semata-mata lewat internet dan dunia maya.

- PERHATIAN DAN KASIH SAYANG ORANGTUA LEWAT KEHADIRAN SECARA LANGSUNG. Tahu apa anak usia 13 tahun dengan segala definisi "quality time"? Maaf, bagi saya kata "quality time" lebih sering dipelesetkan dan dijadikan senjata oleh orang tua yang sibuk di luaran dan tidak punya waktu dengan anak-anak. Quality time bagi anak-anak saya adalah kehadiran saya di rumah ketika mereka pulang sekolah dan bercerita tentang kejadian seru sambil makan dengan lahap makanan yang sudah disediakan di rumah.

Quality time adalah mengantarkan pagi-pagi anak saya ke sekolah sambil memberi semangat kepada mereka untuk siap menghadapi ulangan atau ujian kenaikan kelas, dan menanyakan sekiranya ada yang diperlukan untuk membantu mereka lebih menguasai pelajaran. Quality time adalah secara konsisten mengingatkan mereka bahwa apa pun dalam hidup ini, hak itu selalu diikuti dengan tanggung jawab.

- ANAK 13 TAHUN MEMERLUKAN ROLE MODEL DAN KETELADANAN YANG BAIK DARI IBU DAN AYAH. Dalam kasus di mana orangtua bercerai, maka seharusnya keegoisan dan ketidakcocokan orangtua dikesampingkan demi anak-anak. Mereka membutuhkan kasih sayang ibu dan perlindungan ayah secara konsisten dan proporsional. Jikapun perceraian harus terjadi, dan itu sudah merupakan pilihan yang tidak terelakkan, maka masing-masing orangtua berkewajiban untuk tetap menjalankan fungsi mereka sebagai orangtua dan tidak menjelek-jelekkan mantan pasangan.

Memiliki anak adalah pilihan yang dilakukan oleh dua orang dewasa yang terikat dalam pernikahan. Anak tidak memilih untuk dilahirkan. Sudah seharusnya ketika pilihan ini diambil, maka tanggung jawab yang melekat di dalamnya dalam melahirkan, membesarkan, mendidik dan mendampingi mereka, dipenuhi oleh orang tua dalam semangat mencintai anak anak kita, sampai mereka dewasa dan cukup umur untuk bertanggung jawab atas hidup mereka masing-masing.

Mudah-mudahan kita selalu dapat memenuhi apa yang dibutuhkan oleh anak-anak kita, dan bukan sekedar memberikan apa yang diinginkan mereka dalam usia remaja yang masih labil.

Mudah-mudahan Ahmad Dhani dan Maia dapat mengambil hikmah dari kejadian ini, dan sekaligus memberi kita pelajaran bermakna bahwa kasih sayang dan kehadiran orangtua tidak dapat digantikan oleh hadiah apapun.

Hadiah terbesar yang bisa kita berikan bagi anak-anak adalah saling mencintai dan menghargai antara sang ayah dan ibu, dan bersama-sama membesarkan anak dalam keluarga yang harmonis.

sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2013/09/09/ini-yang-dibutuhkan-anak-13-tahun-590963.html

Monday 9 September 2013

Baju Dasteran, Gaji Blazeran



Sebagai seorang ibu, tentu ingin memberikan yang terbaik bagi keluarga tercinta.
Apapun pekerjaan Anda sekarang, pekerja kantoran maupun pebisnis, tidak melepaskan pekerjaan utama sebagai seorang ibu dan seorang istri.

Moms,
Sekarang kan zamannya bisnis internet...
Banyak sekali penawaran-penawaran bisnis mulai dari jutaan sampai milyaran.
Tapi tahukah moms? Bisnis mana yang bukan hanya omong doang?


Dini Shanti dan Nadia Meutia
Founders d'BC Network
Perjalanan Oriflame Gold Conference, Stockholm, Swedia, 2010



Sudah Banyak Moms Yang Bekerja Dari Rumah

Ini berbagai alasannya:
Lebih banyak memiliki waktu bersama buah hati
Agar memiliki tabungan yang cukup untuk berbagai keperluan
Ikut membantu suami untuk keuangan keluarga
Dapat mengatur waktu kerja sendiri / fleksibel


Enak ya kalau bisa begitu?
Tapi... ini bukan hal yang mudah ya...
Tetap harus bekerja pintar dan luangkan waktu belajar... :)

Apapun kegiatan moms sekarang, ngantor, atau di rumah saja.. Moms juga memiliki peluang yang sama dengan teman-teman lain untuk mencapai kesuksesan bersama d'BC Network.

Apakah moms masih pikir-pikir dulu karena alasan :
Tidak ada waktu, pulang kantor sudah capek
Tidak ada waktu, urusan rumah tangga menguras pikiran dan tenaga
Tidak memiliki modal yang besar
Gaptek.. ga pinter internet
Di jaringan ini, sudah banyak teman2 dengan alasan2 di atas yang berhasil...
Berhasil mendapatkan uang tambahan dengan segala keterbatasan tersebut.

Modal pendaftaran awal hanya Rp. 49.900,-, bahkan bulan September ini hanya Rp. 19.900,-
Bisa mendapatkan jutaan rupiah per bulan!

Serius?
Iya bener moms....

Rasanya saat ini belum terlalu banyak bisnis yang dibuat khusus untuk mereka yang ingin dapat menghasilkan uang tambahan, sambil tetap menjalankan kegiatan sehari-hari baik sebagai pekerja, istri, atau ibu!

tapi... Hal tersebut BUKANLAH hal yang mustahil !
Jika moms bergabung bersama d'BC Network :) 

Klik disini untuk bergabung!



Tuesday 3 September 2013

Agar Tak Lagi Berteriak Hadapi Anak


Tak ada satupun orangtua yang ingin marah dengan menaikkan volume suaranya sampai satu oktaf. Tapi, kadang ada saja kejadiannya, entah itu bikin susu tumpah, lupa bawa kotak sarapan, atau menutup pintu.

Namun sebelum teriak-teriak, coba ingat lagi, sebenarnya buat apa sih, kita sampai menaikkan volume suara? "Karena merasa tidak didengar oleh anak," ujar Eileen Kennedy-Moore, PhD, penulis buku Smart Parenting for Smart Kids.

Bisa jadi benar demikian. Tetapi, percayalah semakin kita menaikkan volume suara, makin anak tidak mendengarkan apa yang kita sampaikan. Jadi, baiknya coba terapkan 10 kebiasaan berikut ini sebagai gantinya.

1. RENCANAKAN SEMUA HAL DENGAN MATANG

Coba pikir-pikir lagi apa yang kerap membuat Anda marah-marah? Dan dari situ bikin atau siapkan agenda secara terencana. Bisa dari agenda anak berangkat sekolah, jadwal kursus mereka hingga acara akhir pekan.

Dr. Kennedy-Moore mengatakan kadang ketika orangtua marah-marah, itu karena dia butuh waktu persiapan lebih banyak. Jadi kenapa tidak mencoba bersiap lebih dulu sebelum meminta anak bersiap diri ke sekolah. Bagaimana caranya ketika Anda memakai maskara sementara di saat yang sama menyuruh anak juga mengurusi dirinya sendiri? Atur semua terencana, bisa dengan menempatkan post list, apa saja yang dibutuhkan anak, jadi semua lebih tertata. Misal, Rangga butuh baju olahraga tiap hari Selasa, dan daftar lainnya. 


2. JANGAN BEREKSPEKTASI TERLALU TINGGI

Anda pernah meminta anak untuk membersihkan perlengkapan mainnya, dan semua berjalan lancar di minggu pertama, namun kemudian semua berantakan lagi di minggu berikutnya. Jangan buru-buru marah, bisa jadi karena dia masih kecil, bukannya abai atau tidak mau mendengarkan Anda.

3. JADILAH CONTOH ATAU ROLE MODEL.

Ketika Anda berteriak-teriak, anak akan merekamnya dengan baik. Dan bayangkan, jika suatu saat, entah pada adiknya atau sesama teman di sekolah mereka akan melakukan hal yang sama. Berteriak-teriak, mengeluarkan semua kata-kata yang Anda pernah keluarkan. Jadi, coba bayangkan, Anda menyampaikan kemarahan dengan lembut, dan suatu saat dia akan berlaku sama.

4. BERI TANDA

Di saat rasanya Anda akan marah-marah dengan berteriak, cobalah redam sebentar, dan bilang padanya untuk meninggalkan ruangan. Kontrol diri Anda dengan baik dan pahami bahwa jangan sampai kata-kata jelek keluar. Dengan sikap ini, anak pun belajar bahwa dirinya menaruh respect atau saling menghargai terhadap orang lain, menjaga kata-kata dan perbuatannya.

5. ALIHKAN DENGAN DISTRAKSI

Misalkan, suatu kali Anda masuk ke dapur dan melihat sepatu anak berserakan. Seketika Anda ingin marah dan memanggilnya dengan suara setinggi mungkin. Sebelum itu cobalah alihkan pandangan ke yang lain, yang membuat Anda sedikit lebih tenang. Misalnya dengan mengambil permen mint atau melihat foto keluarga yang dipajang dekat sana. Ini bisa membantu mengontrol emosi.

6. INGAT PERAN ANDA

Sesaat Anda akan berteriak sekencang-kencangnya, ingatlah, peran sebagai orangtua. Marah-marah tak keruan hanya akan membuat peran atau posisi Anda lebih rendah di mata anak, karena tidak bisa mengontrol diri. Bagaimanapun rasa hormat atau saling menghargai tidak timbul karena dari marah-marah.

7. ATUR VOLUME SUARA RENDAH DI SEGALA SUASANA.

Meski dalam keadaan emosi stabil pun, cobalah untuk tidak teriak-teriak. Misalkan untuk memanggil anak, makan malam sudah siap. Tidak perlu berteriak dari ruang makan hingga kedengaran sampai kamarnya, lebih baik dekati mereka dan ingatkan dengan lembut.

8. BERPIKIR LAYAKNYA SEORANG GURU

Ketika Anda memposisikan diri sebagai guru, maka beginilah kira-kira posisinya. Anda melihat kebiasaan buruk anak bukan secara personal, tapi kesempatan untuk mereka belajar sesuatu. Misal, ketika dia membiarkan sisa es krim di meja, Anda membuat diri seolah sebagai guru yang mengajarkan agar dia membuang sampah ke tempatnya. Anda menerapkan diri sebagai pengajar agar dia menjadi tahu dan berbuat baik di kemudian hari.

9. KONTAK MATA

Daripada Anda berteriak kencang supaya anak mau mendengarkan apa yang ingin Anda sampaikan, lebih baik ubah caranya. Dekati dia, tatap matanya dan bicara dengan lembut dan tenang. Apa yang Anda sampaikan lebih diterima dan mungkin akan diingatnya sampai beranjak dewasa.

10. BAYANGKAN DI SEKITAR ANDA ADA ORANG LAIN

Ketika akan marah dan berniat menaikkan suara ke volume setinggi langit, coba bayangkan ada orang lain di sekitar Anda. Yang siapa tahu adalah bos, pimpinan tempat Anda bekerja, tetangga, atau teman lama. Bisa malu dan mau ditaruh dimana muka Anda kalau demikian. Jadi, lebih baik bersikap dengan baik, tenang dan elegan. Tidak ada gunanya marah-marah sampai harus teriak-teriak.

sumber: http://female.kompas.com/